Ahlan Wa Sahlan

Selamat Bergabung Dalam Komunitas Para Pencinta Al-Qur'an

Senin, Desember 22, 2008

Sebuah Persinggahan

Pagi itu tanggal 30 juli 2005. Embun subuh masih terasa begitu dingin. Taxi biru yang kutumpangi melaju kencang menembus gelap jalanan ibu kota yang masih lelap. Aku menuju Bandara Soekarno Hatta, untuk perjalanan dinas ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sebelum bus angkutan bandara bergerak, aku menyempatkan diri menelepon ibuku yang tinggal di Mataram NTB, untuk sekadar pamitan dan mohon doa. Hal ini menjadi kebiasaanku setiap bepergian jauh.
Saat telephon kututup, seorang bapak di belakangku menyapa dengan menepuk pundakku. "assalamu 'alaikum., pak Rozi bukan ?" "wa 'alaikumussalam.." jawabku sambil berusaha mengingat dan mengenali sosok yang menyapaku. "oo..iya saya rozi pak..". kami pun terlibat dalam obrolan singkat yang cukup akrab, bertukar kabar tentang keluarga dan kesibukan masing-masing. Beliau adalah salah seorang Dirut BUMN bidang migas di negeri ini, yang beberapa pekan sebelumnya menjemputku untuk meruqyah ibunya. Saat akku menanyakan kabar sang ibu, beliau sempat terdiam sejenak, sebelum menjawab." beliau telah berpulang ke rahmat Allah. sekitar tiga pekan setelah diruqyah"..

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.. Sebuah ungkapan tulus setiap insan yang menyadari kehidupan ini pasti akan berlalu. Kalimat istirja' inilah yang akan terdengar lirih dari mulut orang-orang yang kita cintai. saat ajal datang menjemput.

saudaraku.., ada tiga hal yang akan selalu membuat para pencari ridha Allah tetap resah mencari jawab di saat ajal datang menjemput. setelah jasad ini terbujur kaku, berapakah orang yang akan men-shalatkan jenazahku..? Saat jasad telah tertimbun tanah, akan dikenang sebagai apakah diri ini..? Saat Hisab Allah ditegakkan, amalan apakah yang sudah kupersiapkan..?

Saudaraku.. hari ini merupakan kesempatan yang masih tersisa untuk menentukan jawaban dari keresahan tersebut. Mari jangan kita siakan kesempatan ini. shilaturrahim kepada keluarga dan sahabat jangan sampai kita lewatkan. Sikap kepada sesama mari kita perbaiki. Dan selain amalan wajib, amalan sunnah manakah yang akan kita jadikan sebagai amalan ringan yang kita jaga.

Jika Al-Qur'an yang selama ini kita imani sebagai panduan hidup, maka mari kita merenung, berapa waktu yang dapat/telah kita luangkan untuk mempelajari dan mengkajinya. Huruf hurufnya, sudahkah kita kenali..? ayat-ayatnya sudahkah menjadi lantunan hati..? atau sampai saat ini Al-Qur'an dengan cover lux, hanya menjadi penghias ruang tamu belaka, tanpa pernah tergerak untuk menyentuhnya..??

Saudaraku.., hidup ini sungguh sangat singkat. tak ubahnya seperti sebuah persinggahan. Ajal datang tak mengenal waktu dan tempat. usia tak lagi menjadi ciri datangnya maut. sehat-sakitnya fisik tak juga menjadi jaminan panjang atau pendeknya umur yang tersisa., sebelum terlambat mari kita saling bantu untuk berbuat.., menyambut pergantian tahun mendatang, semoga perubahan positif dalam diri dan lingkungan dapat kita wujudkan. semoga goresan singkat ini dapat menjadi pengingat bagi penulis, juga kita semua..Amin...

Sabtu, Desember 06, 2008

Ruqyah Syar’iyah Sebuah Solusi

Gangguan Jin dan Sihir dalam Al-Qur’an
Gangguan jin seperti kesurupan, bukan hal yang mustahil. Bahkan Al Qur'an dengan tegas menggambarkan nasib orang-orang yang memakan harta riba di hari kiamat. Mereka tidak mampu berdiri melainkan seperti berdirinya orang kerasukan setan karena tekanan penyakit gila (kesurupan). [ QS Al-Baqarah : 275 ]
Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya, al jami’ li ahkamil Qur’an berpendapat, ayat ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang tidak percaya tentang adanya gangguan jin atau kesurupan. Pendapat senada juga diungkapkan Imam At-Thobari dalam tafsirnya jami’ul bayan ‘an ta’wiil aayil qur’an(tafsir atthobari). Bahkan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirul Qur’anil ‘azhim (tafsir ibnu katsir) lebih tegas mengatakan, mereka berdiri seperti berdirinya orang yang sedang kerasukan jin.
Dalam hadits shahih Buhkari Muslim, Raslullah saw bersabda: “Sesungguhnya setan dalam tubuh manusia mengalir seperti/ melalui aliran darah (pembuluh darah)”.
Tentang sihir, Al-Qur’an dengan tegas menyebutkannya sebagai perbuatan kufur yang hanya dilakukan dan diajarkan setan kepada manusia.
“Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan : “Ssesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu) sebab itu janganlah kamu kafir”. ( QS Al-Baqoroh : 102 ).
Dalam ayat lain Al-Qur’an memaparkan kisah Nabi Musa as menghadapi penyihir-penyihir Fir’aun. ( QS. Al a’raf : 117 – 122, QS. Yunus : 79 – 82, QS. Thoha : 65 – 68 ).

Sikap Mukmin Terhadap Sihir
Berdasarkan dalil-dalil di atas, bagi seorang mukmin, percaya kepada yang ghaib merupakan prinsip yang paling mendasar dalam aqidah. Oleh sebab itu, berbicara tentang alam ghaib harus menjadikan Al-Qur’an dan Hadits sebagai rujukan pertama dan utama. Dengan demikian kesurupan jin, serangan sihir atau dikuasai syaitan dari golongan jin merupakan hal yang tak pantas kita ingkari.

Gangguan jin atau sihir, adakah..???
Banyak orang tidak percaya dengan gangguan jin maupun sihir. Sebabkan, karena ketidaktahuan atau terlalu bertumpu pada logika. Sesuatu yang tidak bisa dilogikakan berarti tidak ada. Apalagi dengan analisa dokter atau hasil scanning menunjukkan tidak ada penyakit. Namun secara kasat mata, orang itu sakit berhari-hari bahkan berbulan-bulan tanpa ada kejelasan, hanya pasrah kepada Allah SWT. Ungkapan yang mungkin tersisa, ”ini adalah cobaan”, kemudian berdiam diri tanpa berusaha lebih lanjut.
Namun dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi, masyarakat sangat mudah mendapatkan informasi seputar pengobatan alternatif. Tapi tentu tidak semua informasi dapat mengantarkan para netter pada informasi kesembuhan yang positif. Terlebih rendahnya pengetahuan tentang batasan-batasan Syariat Islam. Akibatnya, tidak sedikit berbuntut mempercayai ‘orang pintar’ atau orang yamg dikiyaikan sebagai rujukan. Alih-alih mencari pengobatan alternatif yang dinilai Islami tapi justru menjerumuskannya pada kesesatan dan kemusyrikan. Dukun sesat dianggap kiai. Amalan bid’ah seakan-akan sunnah. Ayat-ayat Allah dijadikan jimat, dibutuhkan hanya untuk mengusir jin dan menangkal sialan.
Sebagai agama sempurna, Islam memberikan solusi robbani. Solusi yang mampu meningkatkan ketakwaan seorang hamba kepada Robb-nya, Allah SWT. Pencipta dan Penguasa alam semesta, tempat berharap yang tidah pernah mengecewakan hamba-Nya. Kepada-Nya semua makhluk akan kembali.
Rasulullah saw mengajarkan kepada kita begitu beragam rangkaian do’a. Selain sebagai bagian dari ibadah, berdo’a juga sebagai gambaran ketawakkalan seorang hamba kepada Allah, Dzat yang Maha segalanya. Kumpulan bacaan do’a inilah yang kemudian dikenal dengan Ruqyah.

Pengertian Ruqyah
Ruqyah menurut bahasa adalah perlindungan. Sedangkan dalam istilah syari’at Islam adalah do’a-do’a dari Al-Quran maupun As-Sunnah As-Shohihah atau dari bacaan yang dapat dipahami, yang dibaca untuk memohon kepada Allah SWT akan kesembuhan orang yang sakit.
Istilah Ruqyah dalam pengertian bahasa ini sebenarnya sudah dikenal sebelum Nabi diutus menjadi Rasul. Bahkan ada yang berpendapat, ruqyah ada sejak manusia ada. Karena itu, dalam riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw menyeleksi ruqyah–ruqyah yang dipakai para sahabat. Nabi saw bersabda: “Perdengarkanlah ruqyah kalian, ruqyah itu tidak apa-apa selama tidak bermuatan syirik”. ( HR.Muslim dari sahabat ‘Auf bin Malik ).

Dalil Ruqyah Syar’iyyah
Allah SWT berfirman: “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi kesembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”. ( QS.al isra’ : 28. Ayat ini diperkuat hadits Aisyah ra. Ketika Rasulullah masuk rumahnya, Aisyah sedang mengobati atau meruqyah seorang wanita. Kemudian Rasul saw bersabda: “Obatilah ia dengan Al-Quran.” ( HR. Abu Daud dan disahihkan oles Syaikh Al Albani ).

Pembagian Ruqyah
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, ruqyah dibagi menjadi dua. Ruqyah Syirkiyyah (Ruqyah yang bermuatan syirik) dan Ruqyah Syar’iyyah (Ruqyah yang sesuai dengan syari’at).

A. Ruqyah Syirkiyah
Ruqyah Syirkiyah adalah bacaan-bacaan yang mengandung kesyirikan (permohonan kepada selain Allah) dengan cara atau syarat-syarat yang menyimpang dari tuntunan Al Qur’an dan As sunnah. Di antara ciri ruqyah syirkiyah adalah :
- Membaca Al-Qur'an tapi mampu menerawang atau mengetahui hal-hal yang ghoib.
- Mencampur bacaan Al-Qur'an dengan mantra-mantra kesyirikan.
- Membaca Al-Qur'an dengan meminta syarat-syarat yang tidak dibenarkan dalam Islam.
- Membaca Al-Qur'an dan memberikan jimat, wifiq, isim dan atau benda-benda lain yang dikeramatkan.
B. Ruqyah syar’iyyah
Ruqyah syar’iyah adalah Ruqyah yang sesuai dengan syari’at Islam. Yang menjadikan Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai landasan. Bacaan-bacaan dalam Ruqyah syar’iyah diambil dari ayat-ayat Al Quran, dan dari doa-doa ma’tsur yang diajarkan Rasulullah. Ciri dan syarat Ruqyah syar’iyah:
1. Jika bacaan Ruqyah diambil dari ayat Al Quran, maka tidak diperbolehkan merubah susunan dan cara bacanya (dibaca denagn tartil).
2. Dibaca sesuai dengan bahasa aslinya dan dibaca sesuai dengan kaidah bacanya.
3. Dibaca dengan suara yang keras, agar terdengar dengan jelas bacaannya.
4. Tidak mengandung unsure-unsur kesyirikan.
5. Tetap meyakini hanya Allah semata yang maha penyembuh, bukan peruqyah.

Contoh-contoh Ruqyah

Rasulullah SAW Pernah Meruqyah Cucunya
Rasulullah saw pernah meruqyah kedua cucunya seperti yang diceritakan Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw pernah meruqyah Hasan dan Husein dengan doa: “Saya memohon perlindungan buat kalian berdua dengan kalimat-kalimat Alloh yang sempurna dari kejahatan setan dan binatang berbisa, serta dari pandangan yang menimpanya (yang maengakibatkan sakit)”. ( HR Bukhori muslim )

Ruqyah Sahabat Tidak Khusyu’ Shalat
Utsman bin Abil ’Ash ra berkata: “Ketika Rasulullah SAW menugaskanku di wilayah Tha’if. Sesuatu mengganggu kehkusyukanku setiap melaksanakan shalat. Sampai-sampai aku tidak tahu (lupa) shalat apa yang sedang aku kerjakan. Kemudian aku bergegas menemui Rasululah, untuk menanyakan hal tersebut.” Rasulullah bertanya: “Ada apa denganmu?” Setelah mendengar penjelasanku Rasul berkata: “Itu adalah syaitan, mendekatlah.” Akupun mendekat dan duduk di hadapannya. Kemudian Rasul memukul dadaku dengan tangannya, dan meludahi mulutku, sambil mengatakan : “Keluarlah wahai musuh Allah!” Beliau melakukannya tiga kali. Kemudian berkata : “kebenaran bersama amalmu.” Setelah itu aku tidak pernah lagi merasa terganggu dalam shalat.” ( HSR. Ibnu Majah ).

Seorang Ibu Membawa Anaknya Kepada Rasul SAW
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Dalam sebuah perjalanan bersama Rasulullah saw menuju peperangan Dzatur Riqo’. Setiba kami di perkampungan Harrah Waqim, seorang wanita badui datang menemui Rasulullah saw dengan membawa putranya. Lalu berkata: “Wahai Rasulullah ini putraku, aku kewalahan karena dia diganggu setan. Rasul saw berkata: “mendekatlah.” Perempuan itu lalu mendekatkan anaknya kepada Rasulullah saw seraya berkata: “bukalah mulutnya.” Setelah mulutnya terbuka, Rasul meludahi mulut anak tersebut, kemudian mengatakan: “Celakalah kamu wahai musuh Allah! aku adalah utusan Allah!” – Rasul mengulanginya tiga kali –. kemudian Rasul mengatakan : Bawalah anakmu, dia sudah tidak diganggu lagi. Dan tidak akan diganggu lagi seperti sebelumnya”. (HSR : At Thabrani)

Tahapan Ruqyah Syar’iyah :
 Tahapan pertama, persiapan sebelum ruqyah.
1. Bertaubat kepada Allah dan menjauhi ibadah-ibadah bid’ah (ibadah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah), serta meninggalkan keyakinan yang sarat dengan tahayul dan khurofat. Dengan mengembalikan semua urusan kepada Al-Quran dan Hadits agar tidak tersesat.
2. Membongkar, mengumpulkan serta memusnahkan jimat-jimat, wifiq-wifiq atau isim-isim yang disimpan. Lalu bacakanlah ayat kursi dan ludahi kemudian dibakar.
3. Menjauhi nyanyian–nyanyian setan dan alat musik.
4. Bersuci dari hadats besar besar dan kecil.
5. Menutup aurat baik laki-laki maupun perempuan.
6. Menggantungkan harapan hanya kepada Allah SWT semata.
 Tahapan kedua, saat ruqyah.
Pertama: Jika ada anggota badan yang terasa sakit, maka tempealkan telapak tangan anda diatasnya, terutama tangan kanan, dengan membaca doa-doa sebagai berikut.:
1. Bismillah 3x, A’udzu bi’izzatillahi waqudrtihi min syarri ma ajidu wa uhadzhiru 7x, Berdasarkan hadits Rasulullah dari utsman bin Abil ‘Ash yang diriwayatkan oleh muslim, no : 2202.
2. Allahumma robbannas adzhibil ba’sa isyfi antasy syafi la syifa-a illa syifauka syifaan la yughodiru saqoma. Berdasarkan sabda Rasulullah dari aisyah, Ibnu Mas’ud, Muhammad bin Hathib yang diriwayatkan oleh Bukhari, no : 5743 dan Muslim, no : 2191
Kedua: Jika tidak ada anggota badan tertentu yang dirasa sakit, maka bacalah bacaan ruqyah dari ayat Al-Quran atau Hadis yang sahih.
Ketiga: Bacalah ruqyah dengan mendekatkan air ke bibir, atau membaca bacaan ruqyah lalu tiupkan ke air. Berdasarkan riwayat Abi Ma’syar bahwa Aisyah berpendapat : “Tidak apa-apa bila bacaan ruqyah dibacakan ke air, lalu disiramkan ke orang yang sakit”. ( Ibnu Abii Syaibah : 7/368 ) Ibnul Qoyyim juga pernah menggunakan metode ini dengan air zam-zam ( Zadul Ma’ad : 4/178).
Keempat: Bisa juga mencampurkan air dengan garam dapur secukupnya, atau juice tujuh daun bidara (shidr) yang masih segar, kemudian dibacakan surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jam Shagir : 2/23 dari Ali bin Abi Thalib dan dishahihkan oleh Al Albani, no: 548.
Kelima: Anda membaca bacaan ruqyah, kemudian tiupkanlah ke telapak tangan lalu usapkan ke tubuh. Berdasarkan riwayat dari Aisyah , yang diriwayatkan oleh Bukhari, no : 5016 dan Muslim, no : 2192.
Tahapan ketiga, Pasca Ruqyah
Sebgai catatan, misi setan adalah menyesatkan manusia. Tidak berakhir sampai hari kiamat. Sehingga jin atau setan yang telah mengganggu manusia, sangat mungkin kembali menggoda. Maka tahapan ketiga ini tidak kalah penting dengan dua tahapan sebelumnya.


Beberepa hal yang bisa dilakukan untuk memjaga diri dari ganguan jin:

1. Menjaga shalat lima waktu berjamaah, khususnya bagi pria hendaknya melakukan shalat berjamaah di masjid atau mushalla terdekat.
2. Menjauhi segala bentuk maksiat, atau hal-hal yang dijadikan setan sebagai sarana untuk melalaikan dan menjauhkan kita dari Allah termasuk nyanyian–nyanyian dan alunan musik.
3. Menjaga kesucian dengan berwudhu, terutama berwudhu sebelum tidur, Rasulullah berpesan kepada Barra’ bin Azib: “Apabila kamu menempati pembaringanmu, maka berwudlulah seperti wudhumu untuk salat.”( HR Bukhari – Muslim ).
4. Membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas, lalu ditiupkan ketelapak tangan. Kemudian diusapkan ke muka dan anggota badan lainnya. Aisyah meriwayatkan: Rasulullah apabila merebahkan tubuhnya di pembaringan, beliau meniup kedua telapak tangannya seraya membaca surat Al-Ikhlash dan Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An -Nas), lalu diusapkan ke wajah dan seluruh tubuhnya yang bisa terjangkau.” ( HR. Bukhari ).
5. Membaca ayat kursi dan do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah saw, sebelum dan sesudah tidur. Rasulullah bersabda: “Apabila kamu hendak tidur di pembaringan, bacalah ayat kursi sampai selesai. Karena Allah senantiasa menjagamu dan syaitan tidak akan mendekatimu sampai pagi”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
6. Membaca surat Al-Baqarah di rumah, dianjurkan khatam dalam tiga hari. Rasulullah bersabda: “sesungguhnya setan pergi dan kabur dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
7. Berteman dengan orang-orang sholeh, guna mewujudkan lingkungan Islami yang mendukung agar tetap konsisten mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah saw.
8. Mengawali setiap aktifitas dengan membaca “Basmallah” serta senantiasa membasahi bibir dengan zikir, istighfar kepada Allah yang disertai usaha untuk memperdalam pemahaman tentang Islam.

Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat dalam kerangka amar ma’ruf nahyi munkar untuk menjaga kemurnian aqidah dari dien yang hanif ini. Kepada Allah kita berharap seraya memohon ampunan atas segala khilaf. Hasbunallahu wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’mannashir.

Kamis, November 27, 2008

Talaqqi, Haruskah..??

Dengan nafas terengah-engah seorang mahasiswa memegangi perut sambil merapikan tali tas cangklong di bahu kanannya. Ia baru saja berlari dari rumah kontrakan yang tak jauh dari kampus tempatnya menimba ilmu. Perlahan ia mengetuk pintu kelas, berharap sang dosen memberi kesempatan untuk mengikuti jam kuliah pagi itu. Saat pintu terbuka, beberapa temannya segera memberi isyarat agar ia tenang dan segera memasuki ruang kelas, sebab dosen sedang keluar ruangan. Beberapa saat setelah ia duduk seorang teman menyapa Mas, sampean kok iso telat..?” spontan ia menjawab ”wetengku lớrớ”. berhubung ia bukan orang jawa, mendengar jawaban itu, teman-temannya menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Beberapa detik ruang kelas sunyi seketika, kemudian riuh dengan tawa dan ledekan. “wah.., mas, kok perut bisa jadi dua ?. mukanya pun berubah merah karena malu, bercampur bingung.. apakah ada kesalahan dalam jawabanku, gerutunya dalam hati. Ia pun segera tersadar dan kembali seperti biasa setelah menyadari bahwa bahasa jawa yang dia ungkapkan tidak sebaik teman-teman yang berasal dari suku jawa.

Penggalan cerita di atas adalah hal wajar yang sering terjadi, sebab tidak semua perantau di pulau jawa mampu berbahasa jawa layaknya putra jawa asli. Akan tetapi, hal serupa namun penuh keunikan, pernah terjadi lima belas abad yang lalu. Betapa tidak, semua kita patut merenungi dan memahami dengan kejelian mata iman. Muhammad saw, lahir dan dibesarkan di tengah kabilah bangsa Arab yang dikenal sangar menjunjung sastra dan kefasihan, kabilah quraisy. Tak seorang mukmin pun meragukan keckapan tutur kata dan kefasihan rasulullah. Kejadian ini terjadi pada rasulullah saat menerima wahyu al-Qur’an yang disampaikan melalui Jibril as, Rasul sebagai seorang yang ummi(tidak mengenal tulisan dan tidak bisa membaca) memiliki semangat belajar yang tinggi. Saat menerima wahyu, Rasul menggerak-gerakkan lidah, pertanda ingin segera mampu menghafal dan menguasai cara baca al-Qur’an. Kejadian inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat 16 sampai 18 surat al-Qiamah. Sebagai satu teguran bagi Rasul dan merupakan etika serta metode mempelajari cara membaca Al-Qur’an.

لاتحرك به لسانك لتعجل به ان علينا جمعه وقرءانه فاذا قرأنه فاتبع قرءا

16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.].

17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

18. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.

Subhanallah.., betapa bacaan al-Qur’an telah dikhususkan oleh Allah,, sehingga cara bacanya pun tidak dapat disamakan dengan bacaan bahasa Arab pada umumnya. Sedangkan Muhammad bin Abdillah adalah putra Arab yang sangat fasih dalam berbicara.

Pada ayat ke-18 Allah swt, menegaskan suatu metode pembelajaran yang kemudian terwarisi turun temurun oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in hingga zaman ini. Metode inilah yang dikenal dengan sebutan talaqqi. Kalau saja seorang yang fasih berbahasa Arab harus ditalaqqi bacaan al-Qur’an, maka tidak ada alasan yang membenarkan seorang mukmin mempelajari bacaan al-Qur’an secara otodidak tanpa seorang pembimbing yang dapat mempertanggungjawabkan kebenaran apa yang diajarkan.

Dari ulasan ini timbul suatu pertanyaan, seperti apakah car abaca yang harus diikuti oleh Rasulullah dalam membaca Al-Qur’an ? Allah mempertegas car abaca Al-Qur’an yang diperintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat al-Furqon : 32 yang artinya

32. Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi Kuat dan tetap ] supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Pada ayat tersebut Allah-lah yang membacakan al-Qur’an dengan tartil, sehingga para ulama menegaskan “bahwa tartil merupakan sifat atau cara Allah berbicara dalam Al-Qur’an, maka barang siapa yang tidak mentartilkan bacaan Al-Qur’an sesungguhnya dia telah menafikan salah satu sifat berbicara Allah”

Bacaan tartil inilah yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah dan semua pengikutnya dalam Tilawah al-Qur’an. Allah menegaskan

ورتل القرءان ترتيلا

4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.

Makna ayat ini pernah didiskusikan oleh para sahabat, dan Ali bin Abi thalaib menjawab berdasarkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah : bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah membaguskan cara mengucapkan huruf dan mengetahui tempat berhenti (pemenggalan kata/waqof). Hal ini dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam mengucapkan huruf atau memenggal kata dapat berakibat pada rusaknya susunan Al-Qur’an atau merubah makna yang diinginkan Allah swt.

Ibnu mas’ud, seorang sahabat yang bacaannya dikenal sangat mirip dengan bacaan Rasulullah, suatu hari pernah mendengarkan bacaan seorang pemuda yang sedang beliau bimbing membaca al-Qur’an. Ketika sampai pada ayat :

انما الصدقات للفقراء والمساكين

pemuda tersebut memendekkan mad pada kata fuqoroo’ , maka dengan segera Ibnu Mas’ud menghentikan bacaannya seraya berkata : “Rasulullah tidak membacakan ayat ini seperti ini kepadaku.” Lalu pemuda itupun bertanya tentang bacaan Rasulullah pada ayat tersebut. Ibnu Mas’ud mengulang kalimat tersebut dengan memanjangkan mad. Ibnu Mas’ud tak sedikit pun menjawab dengan teori tajwid yang kita kenal sekarang ini. Tidak lain hal ini merupakan suatu penegasan bahwa al-Qur’an harus dipelajari dengan TALAQQI. Sebuah metode yang pada kenyataannya mulai terlupakan di jaman ini. Astaghfirullah…

Atas dasar keperihatinan inilah, kami dan beberapa rekan mendirikan Lembaga Qur’an el-Taisiir yang mengedepankan asas pertanggungjawaban dalam dua hal yaitu penyebaran buku dan kualitas guru pembimbing.

Di antara alasan yang menuntut adanya pengawasan terhadap penyebaran buku dan kualitas guru adalah agar suatu metode belajar al-Qur’an tidak diajarkan oleh pembimbing yang tidak dapat dipastikan kualitas bacaan dan penguasaan terhadap materi yang akan diajarkan. Dengan demikian maka bacaan al-Qur’an yang baik dan benar dapat pemasyarakat dengan tepat. Atas doa, dukungan serta partisipasi para pembaca kita gantungkan harapan mulia ini segera terwujud. Amiin….

* Penyusun dan trainer metode el-Taisiir

el-Taisiir, Wujud Nyata Kemudahan Al-Qur'an

Alhamdulillah, kalimat kesyukuran yang selalu terucap tidak akan pernah sebanding dengan limpahan nikmat Allah yang kita rasakan. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda Rasulullah 'alaihisshalatu wassalam, berikut keluarga, sahabat dan semua pengikut setia beliau, para penegak kebenaran, penerus perjuangan Islam.
saudaraku ..
Allah swt memberikan kemampuan dasar yang sama kepada setiap manusia untuk belajar. Allah benar-benar maha adil, ia menciptakan manusia dengan sempurna, sedangkan kelebihan dan kekurangan setiap individu harus dipahami dan dijadikan sebagai ajang untuk berlomba meraih kebaikan dengan saling melengkapi satu dengan yang lain.
Dengan kemurahan dan keadilan-Nya Allah swt mengutus kepada setiap generasi seorang nabi untuk membimbing dan mengajarkan tuntunan-tuntunan ilahiyah, agar terwujud kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Muhammad saw, adalah rasul terakhir, penutup para nabi dan rasul. Pesan beliau kepada kita, bahwa umat ini tidak akan sesat jika tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-sunnah, dua warisan abadi sang penutup para nabi.
Dengan demikian, setiap insan yang mengaku beriman sudah seyogyanya mampu memahami dan membaca al-Qur’an. Karena turunnya al-Qur’an merupakan pertanda diangkatnya seorang Muhammad menjadi rasul. Islam akan dikatakan tegak jika al-Qur’an diamalkan. Dan setiap kita akan diakui sebagai seorang mukmin, jika berima kepada al-Qur’an dan mengamalkannya. Maka pertanyaan yang darus kita renungi adalah “wajarkah bila seorang mukmin tidak mampu membaca al-Qur’an..?”
saudaraku..
Geliat dakwah di negeri ini sudah cukup lama kita rasakan. Era tahun 90-an berbagai metode belajar baca-tulis al-Qur'an mulai dikenal secara luas di bumi nusantara ini. sebut saja misalnya, metode Qiroati, Iqro', al-Barqi, A Ba Ta, Itqon, Tsaqifa, Tilawati, al-Ummi, Utsmani dan masih banyak lagi belum kita kenal. Semua metode tersebut telah berusaha untuk mengemas materi Ilmu Tajwid dengan bahasa yang dapat dipahami. Alhamdulillah begitu banyak ummat Islam terbantu dalam mempelajari baca tulis al-Qur'an. Siapapun yang ingin tilawah al-Qur'an dengan tartil tentunya harus menguasai teori Ilmu Tajwid berikut istilah-istila hukum bacaan dengan huruf-huruf yang harus dihapalkan. Hal inilah yang seringkali membuat sebagian pemula merasa kesulitan, yang akhirnyaberdampak pada terputusnya proses belajar. Sementara itu, dalam setiap literatur Ilmu Tajwid selalu dijelaskan bahwa yang menjadi kewajiban 'aini (fardu 'ain) bagi setiap muslim adalah praktek membaca dengan benar (tartil), sedangkan penguasaan teori hanya menjadi kewajiban kifayah (fardu kifayah). Dari sini akan timbul satu pertanyaan ; "Akankah teori rumit Ilmu Tajwid menjadi penghalang bagi umat Islam untuk membaca Al-Qur'an dengan tartil..??"
Saudaraku.., kekhawatiran itu tak perlu lagi menghantui..
Melengkapi satu bagian penentu sempurnanya keimanan setiap muslim, metode el-Taisiir hadir guna mempermudah proses belajar al-Qur’an yang selama ini dirasakan sulit oleh masyarakat muslim di negeri ini. Dan kami yakin, berapapun usia anda maka anda berpeluang mampu tilawah dengan tartil tanpa harus meguasai teori Ilmu Tajwid.

Insyaallah dengan metode el-Taisiir, teori tajwid yang rumit akan menjadi sangat mudah dan menyenangkan. Bukankah Allah telah menjanjikan kemudahan dalam mempelajari al-Qur’an ?




Pengikut