Ahlan Wa Sahlan

Selamat Bergabung Dalam Komunitas Para Pencinta Al-Qur'an

Sabtu, Januari 24, 2009

Ingin Tilawah, Tapi Lagi Haidh..??


Ustadz.., maaf di pertemuan ini bacaan Qur'an saya belum benar, sebab pekan ini saya tidak latihan membaca karena haidh. Dan saya takut menyentuh Qur’an..

Kalimat ini sering kami dengar dari para peserta tahsin di lembaga Qur’an el-Taisiir. Permasalahan ini timbul dan membuat peserta bingung, antara semangat belajar Al-Qur’an dan hukum menyentuh Mushaf dalam keadaan haidh.

Hukum dzikir & membaca Al-Qur’an saat haidh.

Al Imam Bukhari dalam Shahih-nya (no. 971) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ummu Athiyah radhiallahu ‘anha, dia berkata :
“Kami dulunya diperintah untuk keluar (ke lapangan shalat Ied, pent.) pada Hari Raya sampai-sampai kami mengeluarkan gadis dari pingitannya dan wanita-wanita haid. Mereka ini berada di belakang orang-orang (yang shalat), mereka bertakbir dan berdo’a dengan takbir dan doanya orang-orang yang hadir. Mereka mengharapkan berkah hari tersebut dan kesuciannya.” (Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 10 : Shalat Iedain’)

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata : “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat Thawaf di Ka’bah dan Sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :
“Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, hanya saja jangan engkau Thawaf di Ka’bah sehingga engkau suci (daripada haid).”
(HR. Bukhari nombor 1650 dan Muslim no. 120/ Kitab Al Hajj)

Dua hadits tersebut menerangkan bahwa seorang wanita disyariatkan untuk berdzikir kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut kata Adz-dzikr sebagai nama lain dari Al-Qur’an.Allah berfirman :
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz Dzikir (Al Qur’an) dan Kami-lah yang akan menjaganya.” (Al Hijr : 9)

Apabila seorang yang berhaji dibolehkan membaca Al Qur’an maka demikian pula bagi wanita haidh, kerana yang dikecualikan dalam larangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Aisyah yang sedang haid hanyalah Thawaf.

Membaca mushaf bagi wanita yang sedang haidh, merupakan masalah khilafiyah (diperselisihkan) di kalangan ulama. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengatakan tidak.

Abu Hanifah berpendapat bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan ini merupakan pendapat yang masyhur di dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad, dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah. Mereka mengatakan : “Asal dalam perkara ini adalah halal. Maka tidak boleh memindahkan kepada selainnya kecuali kerana ada larangan yang shahih yang jelas.”
Adapun kebanyakan Ahli Ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca Al Qur’an, akan tetapi boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengkiaskan (atau menyamakan) haid dengan junub, padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yang melarang orang junub untuk membaca Al Qur’an.
Yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang pertama, dan ini dapat dilihat dalam Majmu’ Fatawa 21/460 dan Syarhuz Zad 1/291. (Nukilan dari Syarh Umdatul Ahkam karya Abu Ubaidah Az Zaawii, murid senior Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadhi’i)

Asy Syaikh Mushthafa Al Adhawi di dalam kitabnya Jami’ Ahkamin Nisa’ (1/183-187) memaparkan bantahan bagi yang berpendapat tidak bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan di akhir tulisannya beliau berkata : “Maka kesimpulan permasalahan ini adalah boleh bagi wanita haid untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Qur’an kerana tidak ada dalil yang shahih yang jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang melarang dari hal tersebut bahkan telah datang dalil yang memberi faedah bolehnya (wanita haid) membaca Al Qur’an dan berdzikir sebagaimana telah disebutkan dahulu, Wallahu A’lam.“

Hukum Menyentuh Mushaf/Al-Quran Bagi Wanita Haidh


Al Hafidh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari (1/502) menyatakan bolehnya wanita haid membawa Al Qur’an dan ini sesuai dengan madzhab Abu Hanifah. Berbeda dengan pendapat jumhur yang melarang hal tersebut dan mereka menyatakan bahawa membawa
Al Qur’an dalam keadaan haid mengurangi pengagungan terhadap Al Qur’an.
Berkata Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi : “Mayoritas Ahli Ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an. Namun dalil-dalil yang mereka bawakan untuk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benar, Wallahu A’lam, bahawasannya boleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf Al Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Kemudian kami ikuti dengan jawapan ke atas dalil-dalil tersebut (untuk menunjukkan bahawa wanita haid tidak dilarang untuk menyentuh mushaf, pent.) :
1) Firman Allah Ta’ala :
“Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Al Waqi’ah : 79)
2) Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Tidaklah menyentuh Al Qur’an itu kecuali orang yang suci.” (HR. Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’ 7880. Al Misykat 465)

Berikut ini pembahasan tentang dalil tersebut : (dalil 1)
Pertama :

Mayoritas Ahli Tafsir berpendapat bahawa yang dimaksud dengan dhamir (kata ganti) dalam firman Allah Ta’ala : ((Laa Yamassuhu)) adalah Kitab Yang Tersimpan Di Langit. Sedangkan ((Al Muthahharun)) adalah para Malaikat’. Ini merupakan keterangan yang ditegaskan dalam ayat berikut ;
“Sesungguhnya ia adalah Qur’an (bacaan) yang mulia dalam kitab yang tersimpan, tidaklah menyentuhnya kecuali Al Muthahharun (mereka yang disucikan).” (Al Waqi’ah : 77-79)

Dan yang menguatkan hal ini adalah firman Allah Ta’ala :
“Dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi berbakti (yakni para malaikat, pent.).” (Abasa : 13-16)
Ini adalah pendapat mayoritas Ahli Tafsir tentang tafsir ayat ini.

Kedua :

Tentang tafsir ayat ini bahawasannya yang dikehendaki dengan Al Muthahharun adalah kaum Mukminin, berdasarkan firman Allah :
“Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” (At Taubah : 28 )
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” (HR. Bukhari no. 283 dan Muslim no. 116)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang bermusafir dengan membawa mushaf ke negeri musuh, kerana khawatir jatuh ke tangan mereka. (HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

Ketiga :

Bahawasannya yang dimaksud dengan firman Allah (yang artinya) : “Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Al Waqi’ah : 79) adalah tidak ada yang dapat merasakan kelezatannya dan tidak ada yang dapat mengambil manfaat dengannya kecuali orang-orang Mukmin.

keempat:

bahawa : “Yang dimaksudkan dengan Al Muthahharun adalah mereka yang disucikan daripada dosa-dosa dan kesalahan.

kelima : Al Muthahharun adalah mereka yang suci daripada hadats besar dan kecil.

keenam : Al Muthahharun adalah mereka yang suci daripada hadats besar (janabah/junub).

Mereka yang membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih pendapat yang pertama, dengan demikian tidak ada dalil dalam ayat tersebut yang menunjukkan larangan bagi wanita haid untuk menyentuh Al Qur’an. Sedangkan mereka yang melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an memilih pendapat kelima dan keenam. Dan yang paling mendasar adalah mayoritas ulama tafsir menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Al-Muthahharun adalah para malaikat.

Dalil 2 :

Tentang sanad dan derajat hadits larangan menyentuh mushaf tersebut, tak satupun ulama mengkatagorikannya kedalam derajat hasan terlebih lagi shahih. Karena setiap sanad tidak luput dari koreksi. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada darajat shahih atau hasan dengan dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak?
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat, Asy Syaikh Albani rahimahullah menshahihkannya di dalam Al Irwa’ (91/15.) Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun, maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yang mulia di atas. (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/187-18 )

Asy Syaikh Al Albani rahimahullah sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahawa yang dimaksud dengan thahir’ adalah orang Mukmin baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid. Wallahu A’lam.

Sebagai penutup, perlu diketahui bahwa pembahasan di atas berhubungan dengan mushaf Qur'an tanpa teremah. Maka dari itu, menyentuh Mushaf terjemah sudah barang tentu lebih tenang dan tak perlu ragu.

Dengan paparan singkat ini, semoga kebingungan Kaum muslimah tentang hukum membaca/menyentuh mushaf semasa haidh, dapat tercerahkan. Amin, ya rabbal ‘alamin.

2 komentar:

lia mengatakan...

syukron penjelasannya,.. boleh ana izin copas ke mp ana ust?

el-Taisiir Pusat mengatakan...

boleh,, silahkan dibagi, semoga bermanfaat untuk sesama saudara seiman. di samping itu boleh juga memberikan masukan tentang tema yang kira2 dibutuhkan. insya Allah akan membantu kita semua untuk belajar lebih banyak lagi..

Pengikut